LATAR BELAKANG
Akhir-akhir ini, kita dapat melihat perkembangan berbagai
Lembaga Pendidikan Islam, baik berupa Pendidikan Anak Usia Dini, PG, TK Islam
Terpadu, SD Islam Terpadu, SMP Islam Terpadu, ataupun SMA Islam Terpadu. Dengan
menjamurnya lembaga pendidikan Islam tersebut, tentunya membutuhkan tenaga
pengajar yang memadai, yang dapat menghandle program pengajaran di
lembaga-lembaga pendidikan tersebut.
Dikarenakan pendidikan Islam adalah pendidikan yang
memiliki metode dan ciri-ciri khusus, antara lain penggunaan kitab-kitab bahasa
arab, membaca tulisan arab gundul, percakapan bahasa arab, menulis huruf arab, hafalan
Al-Qur’an, ilmu hadits, fiqih, tafsir, aqidah, ushul fiqh, dan lainnya, maka
seharusnya seorang pengajar di lembaga pendidikan Islam itu memiliki kompetensi
di bidang tersebut. Tentunya, untuk memiliki kompetensi sebagai pengajar di
lembaga-lembaga tersebut, dibutuhkan pendidikan khusus bagi setiap orang yang
akan terjun di dunia pendidikan Islam itu.
Di sisi lain, mungkin kita dapat melihat program pendidikan
pengajar agama Islam ini telah dilaksankan di berbagai pondok pesantren
tradisional yang ada di berbagai daerah semenjak puluhan atau bahkan ratusan
tahun yang lalu. Akan tetapi, sebagaimana kita maklumi, lulusan pondok
pesantren tradisional belum tentu dapat mengajar di lembaga-lembaga pendidkan
formal itu karena tidak semua lulusannya memiliki latar belakang pendidikan
formal yang memadai dan mendukung akreditasi sekolahan terkait, dikarenakan mungkin
sebagian lulusannya hanyalah tamatan SD, atau bahkan tidak mengenyam pendidikan
formal sama sekali.
Di lain pihak, sebagian besar pengajar di lembaga
pendidikan itu yang notabene adalah lulusan Universitas, harus diakui kurang
memiliki kompetensi sebagai pengajar di lembaga tersebut, karena disiplin ilmu
yang dipelajari di berbagai Universitas kadang tidak sesuai dengan tugas
mengajar mereka di sekolahan-sekolahan Islam itu. Misalkan saja, kita temukan
dalam survei yang kita lakukan, seorang lulusan FKIP Bahasa Indonesia, diberi
tugas untuk mengajar baca-tulis arab gundul. Tentu saja hasilnya kurang
maksimal karena mungkin semasa kuliah jarang diberi pelajaran tentang baca-tulis
arab gundul, sehingga terkesan dipaksakan.
Seandainya seorang sarjana atau ahli madya dari berbagai
disiplin ilmu, yang tadinya kurang menguasai metode pendidikan Islam ini
dibekali dengan ilmu-ilmu dasar pendidikan Islam sebagaimana kami jelaskan di
atas, maka akan terwujud seorang pendidik yang tidak saja menguasai disiplin
ilmu sesuai standar pendidikan nasional Indonesia, akan tetapi ia juga
mempunyai keahlian dan keterampilan untuk menerapkan metode pendidikan Islam
tersebut di manapun dia berada. Tentu saja ini merupakan hal positif yang mampu
mendorong meningkatnya kualitas lembaga pendidikan Islam yang ada.
Oleh karena itu, sebagai bentuk tolong menolong dalam
kebaikan dan upaya mencerdaskan generasi bangsa, Ma’had Ilmi Al-Madinah berupaya
menjembatani permasalahan tersebut dengan mengadakan program pendidikan (kursus,
pelatihan, dan praktek mengajar) bagi calon pengajar agama Islam yang dilaksanakan
selama 2 tahun, dengan memadukan sistem yang ada di pondok pesantren
dan sistem pendidikan di jenjang perkuliahan, serta
menanamkan kepada setiap peserta didik ilmu-ilmu dasar dan keterampilan yang
dibutuhkan sebagai pengajar agama Islam.
Harapan
kami adalah, dengan terciptanya generasi pendidik agama Islam yang kompeten,
handal, dan profesional, maka akan dapat mewujudkan generasi muda yang cerdas
dan mempunyai budi pekerti yang mulia. Dari situ, diharapkan akan tercipta masyarakat
yang memiliki intelektualitas mumpuni, berwawasan luas, dan saling menghargai,
sehingga dapat memberikan sumbangsih bagi terciptanya negeri yang aman, sentosa
dan mulia. Wallahul muwaffiq.
DASAR
Mengenai dasar pendirian pendidikan non-formal yang kami adakan ini, dijelaskan dalam UU No 20 th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 26 ayat (4) satuan pendidikan non-formal terdiri atas lembaga
kursus, lembaga pelatihan kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat,
dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis, ayat (5) Kursus dan
Pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan,
keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri,
mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/ atau melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi.
Kemudian, dalam pasal 30 UU No.20
th 2003 tentang pendidikan keagamaan dijelaskan sebagai berikut,
(1)
Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok
masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau
menjadi ahli ilmu agama.
(3)
Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal,
nonformal, dan informal.
(4)
Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja
samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar